Bencana Alam Likuifaksi yang terjadi sesaat setelah Gempa Bumi Magnitudo 7.5 SR pada 28 September 2018 yang lalu di Kota Palu dan Kabupaten Sigi, memberikan pelajaran berharga mengenai pentingnya pemantauan muka air tanah.
Kondisi tanah jenis lempung berpasir (sandy clay) yang jenuh air (saturated) pada saat tremor terjadi, ditambah dengan adanya kemiringan slope merupakan pemicu terjadinya likuifaksi. Frekuensi dan intensitas guncangan bumi yang tinggi menyebabkan daya ikat tanah yang sudah jenuh menjadi lepas (loose) sehingga tanah membubur dan akhirnya bergerak ke area dengan elevasi yg lebih rendah. Lapisan tanah jenuh air ini mengindikasikan tingginya muka air tanah di area likuifaksi tersebut.
Pemantauan tinggi muka air tanah dengan sistem telemetri yang akan dibangun oleh Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi III Palu ini merupakan bagian penting dari usaha mitigasi likuifaksi yang akan datang.
BWS Sulawesi III Palu bekerjasama dengan Balai Air Tanah (BAT) melakukan Uji Geolistrik (Geo-electrical resistivity test) di 18 rencana lokasi sumur pantau, pada tgl 25 - 30 Januari 2021. Hasil uji geolistrik inilah yang akan menjadi indikator awal tingginya muka air tanah dan dalamnya pengeboran sumur serta penempatan telemetri nantinya.
POSTER
KONTAK
APLIKASI
PENGUNJUNG
Balai Wilayah Sungai Sulawesi III mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan sumber daya air sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
© Copyright 2018. sda.pu.go.id/bwssulawesi3. All Rights Reserved